Beban Metropolitan Jakarta

16.31


             Angin itu pun meniupkan ribuan kesejukan ditengah euphoria panas yang menjelma di Jakarta. Bagai seseorang yang mengamuk, angin itu memporak-porandakan Jakarta tak seperti biasanya. Pohon runtuh, rumah roboh dan tak disangka semua itu memakan korban. Namun Kemarin, Angin itu tiba-tiba membawa sebuah berita. Di sebuah kolong jembatan, angin itu meniupkan secarik kertas didepan mataku. Kertas itu berisikan percakapan antara Jakarta dan Makhluk didalamnya. Percakapan itu begitu aneh, mengisyaratkan betapa buruknya Jakarta didepan makhluk itu. Makhluk yang aku beri nama Manusia.
            Kertas itu seperti suara Jakarta yang sempat hilang ditelan nestapa, Kertas itu pula bagaikan toko buku leksika yang mampu memberikan sejuta informasi untuk bisa direnungkan sebagaimana mestinya. Inilah isi percakapan mereka di dalam secarik kertas lusuh dan tak berdaya.
Jakarta                        :  Menurut kamu, aku itu bagaimana sih?
Manusia                      :  Hei Jakarta..apa kau masih ragu dengan jati dirimu?
Jakarta                        : Bukan maksudku ragu, aku hanya sedang sedih dan merasa lelah. Lelah dengan semua yang ada didalam diriku.
Manusia                      : Mengapa kau lelah Jakarta? Janganlah bersedih, kau harus tau..kaulah warna pelangi.. Pelangi takkan pernah lelah memberikan keindahan diakhir turunnya Hujan dan kau seharusnya begitu.
Jakarta                        : Aku ini hanya sebuah kota sampah, kota yang seharusnya tak layak dihuni, Aku hanya lelah dengan beban metropolitan ini kawan..
Manusia                     :  Beban Metropolitan ? Oh tidak Jakarta, Kau punya 7 keindahan yang tak pernah lepas dari dirimu, kau punya 7 jendela kehidupan yang selalu bisa membuat orang bahagia, dan kau punya 7 kekuatan yang selalu bisa menguasai manusia. Bukankah itu sudah cukup untuk menggambarkan keadaanmu saat ini ?
Jakarta                       : Apa maksudmu wahai manusia? Kau tak pernah menjadi seperti aku, tentu kamu takkan pernah bisa merasakan bagaimana hinanya aku saat ini.
Manusia                     : Oh Jakarta ku mohon mengertilah..Aku hanya ingin mencoba menenangkan hatimu. Jakarta, sekali lagi aku bilang.. Kau punya 7 keindahan yang tak pernah lepas dari dirimu. Pertama, lihat gedung-gedung itu, indah dan kuat bagaikan sedang mencakar langit-langit diatasnya. Kedua, lihat gedung-gedung tua itu, kau punya sejarah yang indah bersama mereka. Ketiga, lihat langit itu, Kau biarkan langit itu memberikan sejuta kecerahan untuk bisa dinikmati manusia. Keempat, lihat mobil itu, kau berikan mereka tempat untuk senantiasa berjalan dan membantu manusia-manusia. Kelima, lihat kertas-kertas itu, sudah banyak manusia yang menggoreskan tintanya disana karena mu. Keenam, lihat monumen-monumen milikmu. Tumbuh kuat dan besar karena kau mau memberikan kesempatan mereka untuk tetap berdiri. Terakhir, lihat dirimu Jakarta, Sesungguhnya kau lah yang paling terindah..
Jakarta                     : Buatku itu saja tak cukup, aku punya beban metropolitan yang begitu banyak kawan, tak pernahkah kau berfikir..aku sangat lelah dengan semua ini..
Manusia                   :  Ya, mungkin aku ini hanya seorang manusia yang takkan pernah bisa mengerti perasaanmu, tapi sekali lagi dengarkanlah aku bicara. Jakarta, kau punya 7 jendela kehidupan yang selalu bisa membuat orang bahagia. Pertama, kau punya stadion sepak bola termegah di Asia, Gelora Bung Karno yang selalu menjadi saksi kemenangan dan kekalahan sebelas patriot Indonesia. Kedua, kau punya taman mini yang senantiasa mengenalkan manusia akan budaya-budaya bangsa mereka. Ketiga, kau punya taman impian yang senantiasa menjadi saksi akan teriakan-teriakan kebahagiaan para manusia-manusia yang sedang mengalami kejenuhan. Keempat, kau punya gedung megah di senayan itu yang senantiasa memberikan kenyamanan kepada wakil rakyat untuk membuat kebijakan-kebijakan. Kelima, kau punya banyak kolong jembatan itu untuk memberikan tempat berteduh bagi mereka, manusia-manusia  jalanan. Keenam, kau punya banyak sekolah sehingga tak perlu lagi manusia berjalan jauh untuk menempuh pendidikan. Terakhir, kau punya banyak rumah entah rumah megah ataupun rumah sederhana yang mampu memberikan sejuta kenyamanan bagi mereka, manusia yang telah bekerja sehari penuh. Bukankah kau begitu istimewa bagi manusia?
Jakarta                     :   Aku tahu,mungkin kau memang benar manusia. Akan tetapi, lihatlah aku sekarang. Aku hanya sebuah kota kecil dengan ribuan manusia di dalamku. Aku merasa hanya sampah yang tak pernah bisa memberikan keuntungan apapun bagi manusia. Aku tak punya kekuatan. Aku menjadi seakan-akan tak berdaya.
Manusia                   :    Jangan pedulikan itu, sesungguhnya sebagai manusia aku minta maaf karena tak pernah bisa mencegah kawan-kawanku yang berbuat nista kepadamu. Sekarang, kau mesti tahu Jakarta, ibarat pelangi yang memiliki 7 warna indah,  kau memiliki 7 kekuatan yang sebenarnya tak pernah kau sadari. Pertama, kekuatan metropolitan yang kau punya untuk menarik perhatian manusia-manusia di kampung untuk datang kepadamu. Kedua, kekuatan internasional yang mampu menarik wisatawan luar negeri untuk datang kepadamu dan mengenalmu lebih jauh. Ketiga, Kekuatan spiritual yang kau miliki, yakni keramahan kau terhadap budaya-budaya baru yang masuk. Keempat, kekuatan fisik yang kau miliki, kau mampu menampung puluhan juta jiwa manusia selama bertahun-tahun. Kelima, kekuatanmu untuk menyediakan kesempatan bagi  para pemuda yang senantiasa memberikan aspirasi-aspirasinya dijalan menuntut sebuah perubahan untuk negeri. Keenam, kekuatanmu menjadi wadah bagi manusia-manusia yang mau menuntut ilmu. Terakhir, kekuatanmu yang paling tangguh adalah kekuatanmu untuk tetap menjadi Ibukota Negara Indonesia selama bertahun-tahun. Itulah kamu Jakarta, kamu begitu kuat dibandingkan kota-kota lainnya. Aku beruntung Jakarta,karena aku dilahirkan disini bersamamu.
Jakarta                     :  Hai manusia, aku terharu mendengar ucapan-ucapanmu itu, tak pernah aku sadar. Ternyata aku punya kekuatan. Kau benar-benar manusia yang baik. Akan tetapi, aku masih saja tetap merasa sedih. Lihatlah itu, anak-anak jalanan disana aku telantarkan begitu saja, menghadapi kerasnya kehidupan bersamaku, sedangkan aku tak berdaya disini. Lihatlah yang sebelah itu, Nenek-nenek itu masih harus berjuang mengemis untuk mencari sesuap nasi agar kenyang. Lihatlah jalan ini, kemacetan tiada terukur panjangnya, aku malu..aku malu pada manusia yang menunggu antrian kemacetan itu. Lihatlah lagi, perempuan-perempuan penumpang angkutan umum yang tak pernah bisa nyaman duduk didalam angkot karena banyak sekali tindak pemerkosaan terhadap kaum mereka. Lihat lagi wahai manusia, di dekat sungai-sungai itu, Banjir itu menggenang didalam diriku, sedangkan aku disini hanya terdiam tak mampu berbuat apa-apa untuk menolong manusia-manusianya. Lihat di sebelah sana lagi, gunungan-gunungan sampah itu tak mampu lagi aku kubur, sedangkan aku malu dengan kota-kota lainnya yang mampu mengubur itu semua. Aku sedih melihat itu semua manusiaa.. L
Manusia                   :   Jakarta, seharusnya aku yang malu ketika kau bicara seperti ini. Aku dan kawan-kawanku tak pernah sadar. Tak pernah sadar bahwa sebenarnya kau punya beban metropolitan yang begitu berat karena kami. Ya semua masalah-masalah yang kau ucapkan adalah karena kami. Sungguh sekarang kami benar-benar merasa malu. Kami selama ini tak pernah peduli terhadap dirimu Jakarta, Kami hanya mementingkan diri kami sendiri, sedangkan kau disini mengesampingkan kepentinganmu demi kami, Maafkan kami Jakarta. Selama ini, diantara kami hanya senang duduk apatis memberikan banyak tanggapan,komentar, saran sana-sini tapi kami tak pernah bergerak untuk menjagamu, merawatmu, bahkan menghiburmu dari beban-beban metropolitan ini. Sekali lagi, maafkan kami Jakarta.
Jakarta                     :  Tak perlu kau minta maaf, aku sudah terlebih dahulu memaafkanmu. Mulai sekarang kita ubah pemikiran ini menjadi lebih menyadari dan peduli terhadap orang lain. Aku berterima kasih padamu manusia, karenamu sekarang aku jauh lebih bersemangat.

            Tak dapat ku tahan laju airmataku, secarik kertas ini menyadarkan aku. Suara Jakarta ini membuka mataku, seorang anak manusia yang hanya duduk apatis, tak melakukan apapun untuk merawat kota ini, kota kelahiranku. Aku tak berdaya, kertas ini benar-benar menusukku bagai pisau dan memberikanku kesadaran-kesadaran tanpa bayaran bagaikan toko buku leksika yang memberikan buku-buku bagus juga tanpa bayaran. Aku selalu menuntut ini itu tapi aku tak menyadari, diluar sana masih banyak orang yang lebih membutuhkan daripada aku. Dibalik kekumuhan Jakarta saat ini, sebenarnya ada aku, kau, dan mereka yang terlalu egois dalam melakukan hal-hal merusak dan tak sadar bahwa Jakarta seperti ini juga karena kita.
            Sekarang, detik ini juga aku akan berdiri dan harus berani menyongsong setiap angin-angin yang berhembus.  Marilah kita sebagai manusia untuk bergerak dan melakukan perubahan bagi Jakarta ini, kota tempat kita dilahirkan, tempat mencari ilmu, mencari nafkah, dan tempat kita mengadu nasib. Sejatinya, kitalah manusia yang salah, tapi kita selalu menyalahkan Jakarta yang hanya sebuah nama.(RH)
           
Selesai      

Identitas Penulis         
Nama Penulis             : Rahmarani Hakim
Blog Penulis               : http://verozzaranii.blogspot.com/
Twitter                       : @verozzaranii
Email                          : rahmaranihakim@gmail.com

#LombaMenulis @SuaraJKT dan @Leksika_KC

You Might Also Like

2 komentar

  1. Keren Ran.. Nyampe banget dihati. Bener bener melukiskan bagaimana "JAKARTA" dan "MANUSIA" yang termasuk gue didalemnya.. :'(

    BalasHapus
  2. sudah sudah jangan bersedih...mungkin memang belum saatnya kita untuk bergerak aktif, karena sampai saat ini kita belum punyabekal yang banyak hehe :D

    BalasHapus

Pengikut

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Subscribe