PENALARAN #TUGAS 1
22.55
1. PENGERTIAN
PENALARAN
Penalaran
dapat didefinisikan sebagai suatu aktifitas pikiran yang abstrak. Penalaran
adalah proses berpikir yang bertolak belakang dari pengamatan indera ( observasi
empiris ) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. (Wikipedia)
Ada beberapa pengertian penalaran
menurut berbagai sumber lain yakni :
a. Berdasarkan
e-learning Universitas Gunadarma
Penalaran adalah bentuk tertinggi dari pemikiran.
Secara sederhana penalaran dapat diartikansebagai proses pengambilan kesimpulan
berdasarkan proposisi-proposisi yang mendahuluinya.
b. Berdasarkan
Kamus Bahasa Indonesia
-
Cara (perihal) menggunakan nalar; pemikiran atau cara
berpikir logis; jangkauan pemikiran. Contoh : kepercayaan takhayul serta – yang
tidak logis haruslah dikikis habis
-
Hal yang mengembangkan atau mengendalikan sesuatu
dengan nalar dan bukan dengan perasaan atau pengalaman
-
Proses mental dengan mengembangkan pikiran dari
beberapa fakta atau prinsip
Selain itu,
ada juga pengertian penalaran menurut beberapa ahli diantaranya adalah sebagai
berikut :
1.
Bakry (1986:1) menyatakan bahwa Penalaran atau
Reasoning merupakan suatu konsep yang paling umum menunjuk pada salah satu
proses pemikiran untuk sampai pada suatu kesimpulan sebagai pernyataan baru
dari beberapa pernyataan lain yang telah diketahui.
2.
Suriasumantri (2001:42) mengemukakan secara singkat
bahwa penalaran adalah suatu aktivitas berpikir dalam pengambilan suatu
simpulan yang berupa pengetahuan.
3.
Keraf (1985:5)
berpendapat bahwa penalaran adalah suatu proses berpikir dengan
menghubung-hubungkan bukti, fakta, petunjuk atau eviden, menuju kepada suatu
kesimpulan.
Dari
beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa penalaran adalah
suatu proses berpikir manusia untuk menghubungkan fakta-fakta atau data yang
sistematik menuju suatu kesimpulan berupa pengetahuan. Dengan kata lain,
penalaran merupakan sebuah proses berpikir untuk mencapai suatu kesimpulan yang
logis.
2. PROPOSISI
Berdasarkan
pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis,
berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang
menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui.
Proses inilah yang disebut menalar. Apa itu Proposisi ?
Proposisi
adalah pernyataan tentang hubungan yang terdapat di antara subjek dan predikat.
Dengan kata lain, proposisi adalah pernyataan yang lengkap dalam bentuk
subjek-predikat atau term-term yang membentuk kalimat. Kalimat tanya,kalimat
perintah, kalimat harapan , dan kalimat inversi tidak dapat disebut proposisi .
Hanya kalimat berita yang netral yang dapat disebut proposisi.
Jenis-Jenis
Proposisi
Proposisi
dapat dipandang dari 4 kriteria, yaitu berdasarkan :
1.
Berdasarkan bentuk
2.
Berdasarkan sifat
3.
Berdasarkan kualitas
4.
Berdasarkan kuantitas
Berdasarkan
bentuk, proposisi dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
a) Tunggal
adalah proposisi yang terdiri dari satu subjek dan satu predikat atau hanya
mengandung satu pernyataan.
Contoh :
• Semua petani harus bekerja keras.
• Setiap pemuda adalah calon
pemimpin.
b) Majemuk atau
jamak adalah proposisi yang terdiri dari satu subjek dan lebih dari satu
predikat.
Contoh :
• Semua petani harus bekerja keras
dan hemat.
• Paman bernyanyi dan menari.
Berdasarkan
sifat, proporsi dapat dibagi ke dalam 2 jenis, yaitu:
a) Kategorial
adalah proposisi yang hubungan antara subjek dan predikatnya tidak membutuhkan
/ memerlukan syarat apapun.
Contoh:
• Semua kursi di ruangan ini pasti
berwarna coklat.
• Semua daun pasti berwarna hijau.
b) Kondisional
adalah proposisi yang membutuhkan syarat tertentu di dalam hubungan subjek dan
predikatnya. Proposisi dapat dibedakan ke dalam 2 jenis, yaitu: proposisi
kondisional hipotesis dan disjungtif.
Contoh proposisi kondisional:
• jika hari mendung maka akan turun
hujan
Contoh proposisi kondisional
hipotesis:
• Jika harga BBM turun maka rakyat
akan bergembira.
Contoh proposisi kondisional
disjungtif:
• Christiano ronaldo pemain bola
atau bintang iklan.
Berdasarkan
kualitas, proposisi juga dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:
a)
Positif(afirmatif) adalah proposisi yang membenarkan adanya persesuaian
hubungan antar subjek dan predikat.
Contoh:
• Semua dokter adalah orang pintar.
• Sebagian manusia adalah bersifat
sosial.
b) Negatif
adalah proposisi yang menyatakan bahawa antara subjek dan predikat tidak
mempunyai hubungan.
Contoh:
• Semua harimau bukanlah singa.
• Tidak ada seorang lelaki pun yang
mengenakan rok.
Berdasarkan
kuantitas., proposisi dapat dibedakan ke dalam 2 jenis, yaitu:
a) Umum
adalah predikat proposisi membenarkan atau mengingkari seluruh subjek.
Contoh:
• Semua gajah bukanlah kera.
• Tidak seekor gajah pun adalah
kera.
b) Khusus
adalah predikat proposisi hanya membenarkan atau mengingkari sebagian
subjeknya.
Contoh:
• Sebagian mahasiswa gemar olahraga.
• Tidak semua mahasiswa pandai
bernyanyi.
3.
INFERENSI DAN IMPLIKASI
Tiap
proposisi dapat mencerminkan dua macam kemungkinan. Pertama, ia merupakan
ucapan-ucapan pada faktual sebagai akibat dari pengalaman atau pengetahuan
seseorang mengenai sesuatu hal. Kedua, proposisi dapat juga merupakan pendapat,
atau kesimpulan seseorang mengenai sesuatu hal.
Inferensi
merupakan suatu proses untuk menghasilkan informasi dari
fakta yang diketahui.
Inferensi adalah konklusi
logis atau implikasi berdasarkan informasi yang
tersedia.
Pengertian
inferensi yang umum ialah proses yang harus dilakukan pembaca (pendengar) untuk
melalui makna harfiah tentang apa yang ditulis (diucapkan) sampai pada yang
diinginkan oleh seorang penulis (pembicara).
Inferensi
atau kesimpulan sering harus dibuat sendiri oleh pendengar atau pembicara
karena dia tidak mengetahui apa makna yang sebenarnya yang dimaksudkan oleh
pembicara/penulis karena jalan pikiran pembicara mungkin saja berbeda dengan
jalan pikiran pendengar, mungkin saja kesimpulan pendengar meleset atau bahkan
salah sama sekali.
Apabila
ini terjadi maka pendengar harus membuat inferensi lagi. Inferensi terjadi jika
proses yang harus dilakukan oleh pendengar atau pembaca untuk memahami makna
yang secara harfiah tidak terdapat pada tuturan yang diungkapkan oleh pembicara
atau penulis. Pendengar atau pembaca dituntut untuk mampu memahami informasi
(maksud) pembicara atau penulis.
Inferensi
adalah membuat simpulan berdasarkan ungkapan dan konteks penggunaannya. Dalam
membuat inferensi perlu dipertimbangkan implikatur. Implikatur adalah makna
tidak langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan oleh apa yang terkatakan
(eksplikatur).
a.Inferensi Langsung
Inferensi
yang kesimpulannya ditarik dari hanya satu premis (proposisi yang digunakan
untuk penarikan kesimpulan). Konklusi yang ditarik tidak boleh lebih luas dari
premisnya. Contoh : Pohon yang di tanam pak Budi setahun lalu hidup.
Dari premis tersebut
dapat kita langsung menarik kesimpulan (inferensi) bahwa: pohon yang ditanam
pak budi setahun yang lalu tidak mati.
b.Inferensi Tak
Langsung
Inferensi
yang kesimpulannya ditarik dari dua / lebih premis. Proses akal budi membentuk
sebuah proposisi baru atas dasar penggabungan proposisi-preposisi lama.
Contoh:
A : Anak-anak begitu
gembira ketika ibu memberikan bekal makanan.
B : Sayang gudegnya
agak sedikit saya bawa.
Inferensi yang
menjembatani kedua ujaran tersebut misalnya (C) berikut ini.
C : Bekal yang dibawa
ibu lauknya gudek komplit.
Sedangkan
Kata implikasi juga berasal dari bahassa Latin, yaitu dari kata impilcare yang
berarti melibat atau merangkum. Dalam logika, juga dalam bidang ilmiah lainnya.
implikasi itu juga dapat berarti akibat, seandainya dikaitkan dengan konteks
bahasa hukum, misalnya implikasi hukumnya, berarti akibat hukum yang akan
terjadi berdasarkan suatu peristiwa hukum yang terjadi.
Contoh
lain kalimat inferensi dan implikasi
-
Hari ini matahari bersinar terang
benderang sejak pagi. >> Implikasi.
-
Cara perawatan kesehatan pegawai negeri
yang berlaku di Jakarta dewasa ini menyebabkan banyak dosen (juga pegawai
negeri yang lain) tidak menjalankan tugasnya, karena setiap kali harus pergi ke
Puskesmas pada jam-jam kerja untuk berobat. >> Inferensi.
-
Pemerintah akan membicarakan jaminan
kerja dan upah yang layak bagi semua orang.>> Inferensi.
-
Alat pengukur panas di Kemayoran
memperlihatkan angka tiga puluh lima derajatCelsius.>> Implikasi.
-
Semua makanan yang dihidangkan itu habis
dimakannya.>> Implikasi.
-
Anak itu harus dipersalahkan karena
ialah yang lebih dahulu mengganggu kawannya.>>Implikasi.
4.
WUJUD EVIDENSI
Evidensi merupakan semua fakta yang ada, semua
kesaksian, semua informasi, atau autoritas yang dihubungkan untuk membuktikan
suatu kebenaran. Fakta dalam kedudukan sebagai evidensi tidak boleh digabung
dengan apa yang dikenal sebagai pernyataan atau penegasan. Dalam wujud yang
paling rendah evidensi itu berbentuk data atau informasi. Yang dimaksud dengan
data atau informasi adalah bahan keterangan yang diperoleh dari suatu sumber
tertentu.
Biasanya semua bahan informasi berupa statistik, dan keterangan-keterangan
yang dikumpulkan atau diberikan oleh orang-orang kepada seseorang, semuanya di
masukkan dalam pengertian data (apa yang diberikan) dan infromasi (bahan
keterangan). Pada dasarnya semua data dan informasi harus diyakini dan
diandalkan kebenarannya. Untuk itu penulis atau pembicara harus mengadakan
pengujian atas data dan informasi tersebut, apakah semua bahan keteraangan itu
merupakan fakta.
Fakta adalah sesuatu yang sesungguhnya terjadi, atau sesuatu yang ada
secara nyata. Bila seorang mengatakan bahwa ia telah melihat kapal musuh
mendarat di sebuah pantai yang sepi, itu baru merupakan informasi.
Ada kemungkinan bahwa bisa terjadi kesalahan dalam evidensi itu. Dalam hal
ini pembela akan mengajukan evidensi yang lain dengan mengatakan bahwa seorang
yang lain telah mencuri pisau itu dan telah mempergunakannya untuk melakukan
pembunuhan. Secara diam-diam pisau itu dikembalikan dan tanpa sadar telah
dipegang oleh pemiliknya itu. Fakta-fakta yang dipergunakan sama, hanya proses
penalaran yang disusun berdasarkan fakta-fakta itu berlainan.
5.
CARA MENGUJI DATA, FAKTA, DAN AUTORITAS
Cara menguji data
Data dan informasi yang di gunakan dalam penalaran harus merupakan fakta.
Oleh karena itu perlu diadakan pengujian melalui cara-cara tertentu sehingga
bahan-bahan yang merupakan fakta itu siap di gunakan sebagai evidensi. Di
bawah ini beberapa cara
yang dapat di gunakan untuk pengujian tersebut.
a.Observasi
Fakta-fakta yang diajukan
sebagai evidensi mungkin belum memuaskan seorang pengarang atau penulis. Untuk
lebih meyakinkan dirinya sendiri dan sekaligus dapat menggunakannya
sebaik-baiknya dalam usaha meyakinkan para pembaca, maka kadang-kadang
pengarang merasa perlu untuk mengadakan peninjauan atau observasi singkat untuk
mengecek data atu informasi itu.
Tiap pengarang atau penulis harus mengadakan pengujian lagi dengan
mengobservasi sendiri data atau informasi itu. Sesudah mengadakan observasi,
pengarang dapat menentukan sikap apakah informasi atau data itu sesungguhnya
merupakan fakta atau tidak, atau barangkali hanya sebagian saja yang benar
sedangkan sebagian lain hanya didasarkan pada perasaan dan prasangka para
informan.
b.Kesaksian
Keharusan menguji data dan
informasi, tidak selalu harus dilakukan dengan observasi. Kadang-kadang sangat
sulit untuk mengharuskan seseorang mengadakn obeservasi atas obyek yang akan
dibicarakan. Kesulitan itu terjadi karena waktu, tempat, dan biaya yang harus
dikeluarkan. Untuk mengatasi hal itu penulis atau pengarang dapat melakukan
pengujian dengan meminta kesaksian atau keterangan dari orang lain, yang tidak
mengalami sendiri atau menyelidiki sendiri persoalan itu.
Demikian pula halnya dengan semua pengarang atau penulis. Untuk memperkuat
evidensinya, mereka dapat mempergunakan kesaksian-kesaksian orang lain yang
telah mengalami sendiri perisitiwa tersebut.
c.Autoritas
Cara ketiga yang dapat dipergunakan untuk menguji fakta dalam usaha
menyusun evidensi adalah meminta pendapat dari suatu autoritas, yakni pendapat
dari seorang ahli, atau mereka yang telah menyelidiki fakta-fakta itu dengan
cermat, memperhatikan semua kesaksian, menilai semua fakta kemudian memberikan
pendapat mereka sesuai dengan keahlian mereka dalam bidang itu.
Cara menguji fakta
Untuk menetapkan apakah data atau informasi yang kita peroleh itu merupakan
fakta,maka harus diadakan penilaian. Penilaian tersebut baru merupakan
penilitian tingkat pertama untuk mendapatkan keyakinan bahwa semua bahan itu
adalah fakta, sesudah itu pengarang atau penulis harus mengadakan penilaian
tingkat kedua yaitu dari semua fakta tersebut dapat digunakan sehingga
benar-benar memperkuat kesimpulan yang akan diambil.
a.Konsistensi
Dasar pertama yang dipakai
untuk menetapkan fakta mana yang akan dipakai sebagai evidensi adalah
kekonsistenan. Sebuah argumentasi akan kuat dan mempunyai tenaga persuasif yang
tinggi, kalau evidensi-evidensinya bersifat konsisten, tidak ada satu evidensi
bertentangan atau melemahkan evidensi yang lain.
b.Koherensi
Dasar kedua yang dapat
dipakai untuk mengadakan penilaian fakta mana yang dapat dipergunakan sebagai
evidensi adalah masalah koherensi. Semua fakta yang akan digunakan sebagai
evidensi adalah masalah koherensi. Semua fakta yang akan dipergunakan sebagai
evidensi harus pula koheren dengan pengalaman-pengalaman manusia, atau sesuai
dengan pandangan atau sikap yang berlaku. Bila penulis menginginkan agar
sesuatu hal dapat diterima, ia harus meyakinkan pembaca bahwa karena pembaca
setuju atau menerima fakta-fakta dan jalan pikiran yang menemukakannya, maka
secara konsekuen pula pembaca harus menerima hal lain, yaitu konklusinya.
Cara
menguji autoritas
Seorang penulis yang
objektif selalu menghidari semua desas-desus atau kesaksian dari tangan kedua.
Penulis yang baik akan membedakan pula apa yang hanya merupakan pendapat saja
atau pendapat yang sungguh-sungguh didasarkan atas penelitian atau data
eksperimental.
1. Tidak
mengandung prasangka
Dasar
pertama yang perlu diketahui oleh penulis adalah bahwa pendapat autoritas sama
sekali tidak boleh mengandung prasangka. Yang tidak mengandung prasangka
artinya pendapat itu disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
ahli itu sendiri, atau didasarkan pada hasil-hasil eksperimental yang
dilakukannya. Pengertian tidak mengandung prasangka juga mencakup hal lain,
yaitu bahwa autoritas itu tidak boleh memperoleh keuntungan pribadi dari
data-data eksperimentalnya.
2. Pengalaman
dan pendidikan autoritas
Dasar kedua yang harus
diperhitungkan penulis untuk menilai pendapat suatu autoritas adalah menyangkut
pengalaman dan pendidikan autoritas. Pendidikan yang diperolehnya harus
dikembangkan lebih lanjut dalam kegiatan-kegiatan sebagai seorang ahli yang
diperoleh melalui pendidikannya tadi.
Walaupun jaman kita
ini sudah begitu condong atau cenderung dengan berbagai macam spesifikasi,
namun kita tidak boleh mengabaikan keahlian seseorang dalam beberapa macam
bidang tertentu.
3. Kemashuran
dan prestise
Faktor ketiga yang
harus diperhatikan oleh penulis untuk menilai autoritas adalah meneliti apakah
pernyataan atau pendapat yang akan dikutip sebagai autoritas itu hanya sekedar
bersembunyi di balik kemashuran dan prestise pribadi di bidang lain.
Sering terjadi bahwa
seseorang yang menjadi terkenal karena prestise tertentu, dianggap berwenang
pula dalam segala bidang. Seorang yang menjadi terkenal karena memperoleh lima
medali emas berturut-turut dalam pertandingan lomba lari jarak lima ribu
meter, diminta pendapatnya tentang cara-cara pemberantasan korupsi.
4. Koherensi
dengan kemajuan
Hal keempat yang perlu
diperhatikan penulis argumentasi adalah apakah pendapat yang diberikan
autoritas itu sejalan dengan perkembangan dan kemajuan jaman, atau koheren
dengan pendapat atau sikap terakhir dalam bidang itu.
Pengetahuan dan
pendapat terakhir tidak selalu berarti bahwa pendapat itulah yang terbaik.
Tetapi harus diakui bahwa pendapat-pendapat terakhir dari ahli-ahli dalam
bidang yang sama lebih dapat diandalkan, karena autoritas-autoritas semacam itu
memperoleh kesempatan yang paling baik untuk membandingkan semua pendapat
sebelumnya, dengan segala kebaikan dan keburukannya atau kelemahannya, sehingga
mereka dapat mencetuskan suatu pendapat yang lebih baik, yang lebih dapat
dipertanggung jawabkan.
Sebab itu untuk
memberi evaluasi yang tepat terhadap autoritas yang dikutip, pengarang harus
menyebut nama autoritas, gelar, kedudukatif, dan sumber khusus tempat kutipan
itu dijumpai. Bila mungkin penulis harus mengutip setepat-tepatnya kata-kata
atau kalimat autoritas tersebut.
Untuk memperlihatkan
bahwa penulis sungguh-sungguh siap dengan persoalan yang tengah
diargumentasikan, maka sebaiknya seluruh argumentasi itu jangan didasarkan
hanya pada satu autoritas.
Sumber
:
0 komentar