Artikel Online Asli dari alamat blog
http://nadhirin.blogspot.com/2009/07/kecerdasan-emosional-dalam-belajar.html
Di
tengah semakin ketatnya persaingan di dunia pendidikan dewasa ini, merupakan hal yang wajar apabila para siswa
sering khawatir akan mengalami kegagalan atau ketidak berhasilan dalam meraih
prestasi belajar atau bahkan takut tinggal kelas.
Banyak
usaha yang dilakukan oleh para siswa untuk meraih prestasi belajar agar menjadi
yang terbaik seperti membentuk kelompok belajar atau mengikuti bimbingan
belajar. Usaha semacam itu jelas positif, namun masih ada faktor lain yang
tidak kalah pentingnya dalam mencapai keberhasilan selain kecerdasan ataupun kecakapan intelektual, faktor tersebut adalah
kecerdasan emosional. Karena kecerdasan
intelektual saja tidak memberikan persiapan bagi individu untuk menghadapi
gejolak, kesempatan ataupun kesulitan-kesulitan dan kehidupan. Dengan
kecerdasan emosional, individu mampu mengetahui dan menanggapi perasaan mereka
sendiri dengan baik dan mampu membaca
dan menghadapi perasaan-perasaan orang lain dengan efektif. Individu dengan
keterampilan emosional yang berkembang baik berarti kemungkinan besar ia akan
berhasil dalam kehidupan dan memiliki motivasi untuk berprestasi. Sedangkan individu yang tidak dapat menahan
kendali atas kehidupan emosionalnya akan mengalami pertarungan batin yang
merusak kemampuannya untuk memusatkan perhatian pada tugas-tugasnya dan memiliki pikiran yang jernih.
Sebuah
laporan dari National Center for Clinical Infant Programs (1992) menyatakan
bahwa keberhasilan di sekolah bukan diramalkan oleh kumpulan fakta seorang
siswa atau kemampuan dirinya untuk membaca, melainkan oleh ukuran-ukuran
emosional dan sosial: yakni pada diri sendiri dan mempunyai minat; tahu pola
perilaku yang diharapkan orang lain dan bagaimana mengendalikan dorongan hati
untuk berbuat nakal; mampu menunggu, mengikuti petunjuk dan mengacu pada guru
untuk mencari bantuan; serta mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan saat bergaul
dengan siswa lain. Hampir semua siswa yang prestasi sekolahnya buruk, menurut
laporan tersebut, tidak memiliki satu atau lebih unsur-unsur kecerdasan
emosional ini (tanpa memperdulikan apakah mereka juga mempunyai kesulitan-kesulitan
kognitif seperti ketidakmampuan belajar). (Goleman, 2002: 273)
Penelitian
Walter Mischel (1960) mengenai “marsmallow challenge” di Universitas Stanford
menunjukkan anak yang ketika berumur empat tahun mampu menunda dorongan
hatinya, setelah lulus sekolah menengah atas, secara akademis lebih kompeten,
lebih mampu menyusun gagasan secara nalar, serta memiliki gairah belajar yang
lebih tinggi. Mereka memiliki skor yang secara signifikan lebih tinggi pada tes
SAT dibanding dengan anak yang tidak mampu menunda dorongan hatinya (Goleman,
2002: 81). Individu yang memiliki tingkat kecerdasan emosional yang lebih baik,
dapat menjadi lebih terampil dalam menenangkan dirinya dengan cepat, jarang
tertular penyakit, lebih terampil dalam memusatkan perhatian, lebih baik dalam
berhubungan dengan orang lain, lebih cakap dalam memahami orang lain dan untuk
kerja akademis di sekolah lebih baik (Gottman, 1998: xvii)
Keterampilan dasar emosional tidak
dapat dimiliki secara tiba-tiba, tetapi membutuhkan proses dalam mempelajarinya
dan lingkungan yang membentuk kecerdasan emosional tersebut besar pengaruhnya. Hal positif akan diperoleh bila anak diajarkan ketrampilan
dasar kecerdasan emosional, secara emosional akan lebih cerdas, penuh
pengertian, mudah menerima perasaan-perasaan dan lebih banyak pengalaman dalam
memecahkan permasalahannya sendiri, sehingga pada saat remaja akan lebih banyak
sukses di sekolah dan dalam berhubungan dengan rekan-rekan sebaya serta akan
terlindung dari resiko-resiko seperti obat-obat terlarang, kenakalan, kekerasan
serta seks yang tidak aman (Gottman, 1998: 250)
Siswa
bukanlah benda mati yang hanya bergerak bila ada daya dari luar yang
mendorongnya, melainkan mahluk yang mempunyai daya-daya dalam dirinya untuk
bergerak yaitu motivasi. Dengan adanya motivasi, manusia kemudian terdorong untuk
melakukan suatu tindakan atau perilaku, yang termasuk di dalamnya adalah
keinginan untuk berprestasi tinggi di dalam belajar. (Irwanto, 1997: 184)
Arden N. Fardesen mengatakan bahwa
hal yang mendorong seorang untuk belajar adalah:
a.
Adanya sifat ingin tahu dan
menyelidiki dunia yang amat luas.
b.
Adanya sifat yang kreatif yang ada
pada manusia dan keinginan untuk selalu maju.
c.
Adanya keinginan untuk mendapatkan
simpati dari orang tua, guru, dan teman.
d.
Adanya uasaha untuk memperbaiki
kegagalaan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan koprasi maupun dengan
kompetisi.
e.
Adanya usaha untuk mendapatkan rasa
aman bila menguasai pelajaran.
f.
Adanya ganjaran atau hukuman sebagai
konsekwensi dari belajar. (Suryabrata, 1998: 253)
Keenam
poin tersebut adalah kemampuan yang harus dimiliki siswa. Bila seorang siswa
mampu mengaturnya dengan baik, hal tersebut menunjukan kecerdasan emosional
yang baik dan akan memberikan sumbangan yang besar terhadap prestasi baiknya
dalam belajar. Tapi kalau yang terjadi
sebaliknya, maka siswa akan terhambat dan mengalami kesulitan dalam belajar.
Melihat
uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang penting yang
seharusnya dimiliki oleh siswa yang memiliki kebutuhan untuk meraih prestasi
belajar yang baik di sekolah. Siswa dengan ketrampilan emosional yang
berkembang baik berarti kemungkinan besar ia akan berhasil dalam pelajaran,
menguasai kebiasaan pikiran yang mendorong produktivitas mereka. Sebaliknya,
siswa yang tidak dapat menghimpun kendali tertentu atas kehidupan emosionalnya
akan mengalami pertarungan batin yang merampas kemampuan mereka untuk
berkonsentrasi pada pelajaran ataupun untuk memiliki pikiran yang jernih,
sehingga bagaimana siswa diharapkan berprestasi kalau mereka masih kesulitan
mengatur emosi mereka.
ANALISIS MENURUT SAYA
1.
…merupakan
hal yang wajar apabila para siswa sering khawatir akan mengalami kegagalan
atau ketidak berhasilan dalam meraih prestasi belajar atau bahkan takut
tinggal kelas.
Kalimat berikut tidak efektif karena tidak hemat. Penggunaan
kosakata kegagalan dan ketidakberhasilan dapat dipilih salah satu saja karena
maknanya sama.
Koreksi :
…merupakan
hal yang wajar apabila para siswa sering khawatir akan mengalami kegagalan
dalam meraih prestasi belajar atau bahkan takut tinggal kelas.
2.
…namun
masih ada faktor lain yang tidak kalah pentingnya dalam mencapai keberhasilan
selain kecerdasan ataupun kecakapan intelektual, faktor tersebut adalah kecerdasan emosional.
Kalimat berikut tidak efektif karena tidak hemat. Penggunaan
kosakata kecerdasan atau kecakapan dapat dipilih salah satu karena maknanya
sama.
Koreksi :
…namun
masih ada faktor lain yang tidak kalah pentingnya dalam mencapai keberhasilan
selain kecerdasan intelektual,
faktor tersebut adalah kecerdasan emosional.
3.
Karena
kecerdasan intelektual saja tidak memberikan persiapan bagi individu untuk
menghadapi gejolak, kesempatan ataupun kesulitan-kesulitan dan kehidupan.
Kalimat berikut tidak efektif karena tidak sepadan dengan
kalimat sebelumnya, selain itu penggunaan kata karena setelah tanda titik juga
tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.
4.
Dengan
kecerdasan emosional, individu mampu mengetahui dan menanggapi perasaan mereka
sendiri dengan baik dan mampu membaca dan menghadapi perasaan-perasaan
orang lain dengan efektif.
Kalimat berikut tidak efektif karena tidak hemat. Penggunaan
kata dan berlebihan sehingga kalimat sulit dimengerti. Selain itu, penggunaan
kata mereka sendiri juga tidak efektif
Koreksi untuk kalimat 3 dan 4:
Dengan
kecerdasan emosional, individu mampu mengetahui dan menanggapi perasaan mereka dengan
baik serta mampu membaca dan menghadapi perasaan-perasaan orang lain dengan
efektif karena kecerdasan intelektual saja tidak memberikan persiapan bagi
individu untuk menghadapi gejolak, kesempatan ataupun kesulitan-kesulitan dan
kehidupan.
5.
…dan
memiliki pikiran yang jernih.
Kalimat berikut tidak efektif karena tidak sepadan dengan
kalimat sebelumnya. Sehingga menurut saya, kalimat ini lebih baik dihilangkan
saja.
6.
Keterampilan
dasar emosional tidak dapat dimiliki secara tiba-tiba, tetapi membutuhkan
proses dalam mempelajarinya dan lingkungan yang membentuk kecerdasan emosional
tersebut besar pengaruhnya.
Kalimat berikut tidak efektif karena penggunaan kosakata
keterampilan bukan yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.
Keterampilanharusnya ditulis ketrampilan. Penggunaan kata besar pengaruhnya pun
kurang tepatdalam hal ini.
Koreksi:
Ketrampilan
dasar emosional tidak dapat dimiliki secara tiba-tiba, tetapi membutuhkan
proses dalam mempelajarinya dan lingkungan yang membentuk kecerdasan emosional
tersebut memiliki pengaruh yang besar.
7.
Tapi kalau yang terjadi sebaliknya, maka siswa akan terhambat
dan mengalami kesulitan dalam belajar.
Kalimat berikut kurang efektif dalam hal pemilihan
kosakatanya karena biasanya kata tapi tidak digunakan setelah tanda titik. Bila
ingin digunakan setelah tanda titik maka ditambahkan menjadi Akan tetapi.
Koreksi :
Akan
tetapi, kalau yang terjadi sebaliknya, maka siswa akan terhambat dan mengalami
kesulitan dalam belajar.
8.
…kecerdasan
emosional merupakan salah satu faktor yang penting yang seharusnya dimiliki
oleh siswa yang memiliki kebutuhan untuk meraih prestasi belajar yang baik di
sekolah.
Kalimat berikut kurang efektif dalam hal penggunaan kosakata
yang seharusnya. Terlalu banyak menggunakan kata penghubung yang
sehingga alangkah lebih baik kosakata tersebut dihilangkan dan makna pun tidak
akan berubah.
Koreksi :
…kecerdasan
emosional merupakan salah satu faktor yang penting dimiliki oleh siswa yang
memiliki kebutuhan untuk meraih prestasi belajar yang baik di sekolah.